Di masa Orba, pada pertengahan dasawarsa 1970-an, masyarakat digugah kesadarannya tentang timbulnya kemiskinan, yang mengiringi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, dengan terbangunnya kesadaran itu, timbul upaya-upaya pengentaskan masyarakat dari kemiskinan, sehingga persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan terus menurun dari sekitar 60 persen pada awal dasawarsa 1970-an menjadi 11 persen pada akhir Orba.
Ketika krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1997, persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat menjadi sekitar 15 persen, demikian pula jumlah pengangguran. Walhasil, perekonomian Indonesia di masa Orba yang bercorak kapitalis, berakhir dengan krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter. Seharusnya, pemerintah memikirkan kembali pola perkembangan ekonomi yang bercorak kapitalis, namun yang terjadi adalah proses liberalisasi yang makin jauh dengan marjinalisasi peran negara. Malahan, ekonom semacam Mubyarto dan Sri-Edi Swasono berpendapat bahwa pemerintah Indonesia telah mengikuti paradigma Neo-Liberalisme yang tidak berdaya menghadapi arus globalisasi yang berintikan ekspansi kapitalis.
Dilihat dari segi kedaulatan rakyat, Indonesia mengalami kemerosotan. Pertama, dalam kedaulatan pangan ditandai impor beras secara terus-menerus yang menimbulkan protes dari kalangan petani. Kedua, dalam kedaulatan energi, menyusul berubahnya kedudukan Indonesia sebagai negara eksportir energi menjadi net-importir energi dalam situasi meningkatnya harga energi dunia yang menyebabkan kenaikan harga BBM yang berdampak kenaikan harga umum, sehingga memerosotkan tingkat kesejahteraan rakyat. Ketiga, krisis lingkungan hidup yang ditandai kerusakan ekologi dan kelestarian sumberdaya alam, sehingga menimbulkan berbagai bencana, seperti kebakaran hutan dan banjir. Keempat, kemungkinan timbulnya krisis keuangan sebagai dampak krisis keuangan AS yang berdampak global, karena kedudukan dan peranan AS sebagai lokomotif perekonomian dunia. Kesemuanya itu mengarahkan orientasi paradigma pembangunan kepada prinsip kedaulatan rakyat di bidang pangan, energi, pengelolaan lingkungan hidup, dan keuangan.
Pembentukan paradigma pembangunan yang baru perlu mempertimbangkan dua hal. Pertama, mengambil pelajaran dari keterjebakan-keterjebakan dalam kebijaksanaan pembangunan yang menjadi sumber ketergantungan dan krisis. Kedua, memilih elemen-elemen paradigma yang telah berkembang di masa lalu yang sejalan dengan prinsip demokrasi-ekonomi yang ditopang oleh dua prinsip, yaitu partisipasi dan emansipasi kehidupan rakyat. [goodreads/foto:insistpress]
Tertarik Mendapatkan BUKUNYA ?
Kunjungi Lapak BukuMania.Com di Market Place